Skip to main content

Metodologi Studi Islam


PERKEMBANGAN STUDI ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH

Ita Nur Khasanah
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kota Metro, Lampung 34111
E-mail: itanurkhasanah94@gmail.com

Abstrak
Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting bagi manusia, dengan pendidikan manusia bisa belajar mempelajari ilmu pengetahuan dan untuk keberlangsungan hidup dalam mempertahankan hidupnya. Pendidikan Islam sangat penting maka Islam memberi kedudukan yang paling tinggi untuk pendidikan. Pentingnya pendidikan dapat dilihat dari sejarahnya. Pendidikan Islam mulai berkembang sejak masa Khulafaur Rasyidin hinggga pada puncaknya Dinasti Abbasiyah. Pendidikan yang berkembang dengan pesat merupakan pada masa Dinasti Abbasiyah. Karena Dinasti Abbasiyah sangat memperhatikan perkembangan dalam pendidikan terutama dalam ilmu pengetahuan. Pendidikan Dinasti Abbasiyah berkembang sangat pesat di seluruh Negara Islam hingga melahirkan madrasah-madrasah yang tidak terhitung banyaknya di desa-desa maupun di kota-kota. Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti terlama dalam sejarah Islam.
Kata kunci: Perkembangan Pendidikan, Pendidikan Islam, dan Dinasti Abbasiyah

A.      Pendahulan
  Perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dimulai sejak lahirnya agama Islam, Islam sebagai ajaran yang mengajarkan tentang konsep ilmu bagi pemeluknya. Islam bukan saja menjadi aturan hidup bagi pemeluknya melainkan juga membimbing, memberikan arahan dan aturan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dimulai sejak lahirnya agama Islam, Islam sebagai ajaran yang mengajarkan tentang konsep ilmu bagi pemeluknya.
     Agama Islam membawa perubahan besar bagi masyarakat Arab dan seluruh pemeluknya. Masyarakat muslimin berhasil membentuk sebuah kerajaan besar yaitu Dinasti Abbasiyah yang terkenal dengan berkembang pesatnya pendidikan terutama pendidikan ilmu pengetahuan yang wilayahnya melipiti jazirah Arabia, sebagian benua Afrika, Asia, dan Eropa dari abad 12 M.[1] Sejak munculnya Dinasti Abasiyah inilah kejayaan Dinasti Abbasiyah semakin terlihat. Pada awal terbentuknya, Dinasti Abbasiyah berkembang dengan sangat pesat diseluruh Negara Islam di dunia. Sehingga muncullah madrasah-madrasah yang tidak terhitung banyaknya.
    Dinasti Abbasiyah adalah khalifahan yang berkuasa di Baghdad yang saat ini menjadi ibukota Irak. Dinasti Abbasiyah berkembang dengan sangat pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan yang paling besar dalam sejarah dengan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Masyarakat muslimin hampir empat setengah abad benar-benar merubah masyarakat Arab yang dikenal keras menjadi peradabannya maju. Pada waktu itu pulalah, peradaban Islam sangat berjasa dalam mengembangkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[2]
  Sebagai bagian dari kekuasaan Islam Dinasti Abbasiyah tentu mempunyai sejarah Islam pada masa awal berdiri sampai masa keruntuhannya. Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah. Namun, jika dilihat dari segi politik Dinasti Abbasiyah bukanlah perpanjangan dari Dinasti Umayyah yang berkuasa sebelumnya. Meskipun Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah, namun masing-masing dinasti mempunyai karakteristik yang berbeda antara masing-masing dinasti tersebut.

B.     Pembahasan
1.      Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
  Awal berdirinya Dinasti Abbasiyah, berawal sejak rapuhya sistem internal dan performance pemimpin  Dinasti Abbasiyah yang akhirnya Dinasti Umayyah di Damaskus runtuh, maka untuk menggantikan  pemimpin umat Islam adalah dari kalangan Dinasti Abbasiyah.[3] Propaganda Dinasti Abbasiyah ini banyak menarik simpati masyarakat dan mendukung pengajuan pemimpin umat Islam di Damaskus terutama dari kalangan Syi’ah, karena dengan suasana keagamaan dan berjanji akan menegakkan keadilan kembali seperti yang dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin.[4]
   Mendapat nama Dinasti Abbasiyah diambil dari salah satu seorang paman nabi yaitu yang bernama al-Abbas Ibn Abd al-Muthalib Ibn Hisyam. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas setelah Dinasti Umayyah.[5] Berlangsung selama 5 abad kekuasaan Dinasti Abbasiyah sejak abad 750-1258 M,[6] merupakan kelanjutkan kekuasaan dari Dinasti Umayyah. Pendiri Dinasti Arab ketiga yaitu al-Saffah setelah Khulafaur Rasyidin yang sangat besar dan berusia sangat lama.
  Masyarakat Abbasiyah merasa lebih berhak dibanding masyarakat Umayyah atas kekhalifahan Islam, masyarakat Abbasiyah bisa merasa lebih berhak karena Dinasti Abbasiyah adalah cabang dari Bani Hasyim yang keturunan biologisnya lebih dekat dengan nabi. Menurut masyarakat Abbasiyah, masyarakat Umayyah memaksakan untuk menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Masyarakat Dinasti Abbasiyah mendirikan Dinasti Abbasiyah dengan mengadakan pemberontakan yang luar biasa kepada masyarakat Umayyah.[7] Setelah meruntuhkan Dinasti Umayyah dengan cara membunuh Marwan sebagai khalifah Dinasti Umayyah, pada abad 750 M, al-Abbas menganggap dirinya sebagai khalifah pertama yang mendirikan Dinasti Abbasiyah.
  Pada saat al-Abbas menjabat sebagai khalifah, dia diberi gelar al-Saffah yang artinya penumpah darah. Sebutan al-Saffah diberikan kepada al-Abbas karena al-Abbas mengeluarkan dekrit kepada gubernur Dinasti Abbasiyah yang berisikan perintah untuk membunuh para tokoh Umayyah. Bahkan al-Safah juga melakukan perbuatan keji dengan menggali kuburan para khalifah Dinasti Umayyah, keculi Umar II, kemudian tulang-tulangnya dibakar. Berdirilah dinasti yang menuju kekuasaan internasional, dengan assimilasi berbagai pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.
      Sebelum al-Saffah wafat, dia mengangkat saudaranya Abu Ja’far dengan gelar al-Mansur.[8] Al-Mansur adalah khalifah terbesar Dinasti Abbasiyah pada abad 754-775 M. Meskipun bukan seorang yang saleh sebenarnya Abu Ja’far al-Mansur yang membangun dinasti, tiga puluh lima orang khalifah berasal dari keturunannya. Nama kota resmi al-Mansur di Madinah as-Salam. Masa kekuasaan ini berhasil mencapai kejayaan pada abad pertengahan. Pewaris dan prestise kota Ctesiphon, Babilonia, Nineceh, Ur, dan Timur Kuno adalah Abu Ja’far al-Mansur.[9]
  Sebelum wafat al-Mansur membangun istana Qashr al-Khuld artinya istana keabadian.[10] Dalam perjalanan ibadah haji al-Mansur wafat pada 7 oktober 775 diusia 60 tahun dekat Mekah. Seratus liang kubur digali dan dimakamkan disalah satu liang kubur supaya tidak dapat dilacak oleh musuh. Selanjutnya kekuasaannya dilanjutkan oleh al-Mahdi anaknya al-Mansur.
  Pada masa kekhalifahannya al-Mahdi, perekonomian mulai membaik dari sebelumnya. Pertanian ditingkatkan dengan melakukan irigasi sehingga hasilnya semakin bertambah. Begitu pula juga dengan hasil pertambangan semakin bertambah. Basrah dijadikan pelabuhan yang sangat penting pada saat itu. Al-Mahdi adalah khalifah pertama mengumandangkan perang suci Bizantium yang dipimpin anaknya bernama Harun dan akhirnya sukses. Selama perjalanan ini al-Mahdi memberikan gelar al-Rasyid yang artinya pengikut jalan yang lurus. Kekhalifahan al-Mahdi digantikan oleh ayah al-Mahdi karena wasiat dari ayah al-Mahdi. Kekhalifahannya berjalan satu tahun dan digantikan oleh Harun al-Rasyid.[11]
   Zaman khalifah Harun al-Rasyid pada abad 789-809 M dan putranya al-Ma’mun pada abad 813-833 M Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaan.[12] Kekayaan yang dicapai banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk berbagai keperluan sosial, kesejahteraan ilmu sosial, ilmu pengetahuan, dan kebudayaannya. Inilah yang membuat Dinasti Abbasiyah semakin maju dan terkuat sehingga kekuasaan ini tak tertandingi oleh dinasti lain. Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid penerjemahan buku-buku Yunani, Harun al-Rasyid belajar menerjemahkan dari golongan orang-orang Kristen dan penganut agama lain yang ahli dalam menerjemahkan bahasa. Harun al-Rasyid juga mendirikan sekolah-sekolah, yang termasuk sekolah yang penting adalah Bait al-Hikmah pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai sekolah perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan penerjemahannya diterjemahkan oleh orang-orang ahli dalam penerjemahan bahasa, yaitu dari golongan Kristen dan penganut agama lain.[13]
  Khalifah berikutnya yaitu al-Mu’tashim abad 833-842 M. Dia memberi peluang besar untuk Turki masuk dalam pemerintahan, adanya mereka sebagai tentara pengawal, tidak seperti masa Dinasti Umayyah, al-Mu’tashim mengubah sistem ketentaraan. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Maka, kekuatan Dinasti Abbasiyah semakin kuat untuk mempertahankan dinastinya.
  Berdasarkan fakta sejarah, 37 khalifah yang pernah menjadi pemimpin Dinasti Abbasiyah masa kejayaan dan masa keemasannya antara khalifah ketiga al-Mahdi, dan khalifah kesembilan al-Watsiq, dan khususnya pada masa Harun al-Rasyid dan anaknya al-Ma’Mun. selama kekuasaan mereka tersebut Dinasti Abbasiyah sangat berkembang pada peradaban Islam.[14]
Berikut ini nama-nama khalifah berjumlah 37 pada masa Dinasti Abbasiyah.[15]
NO
KHALIFAH
NO
KHALIFAH
1
Abul Abbas Ash-Shafah (Pendiri)
749-753 M
20
Abul Abbas Ahmad Ar-Radi
9344-940
2
Abu Ja’far Al-Manshur
754-775 M
21
Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi
940-944 M
3
Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi
775-785 M
22
Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi
944-946 M
4
Abu Muhammad Musa Al-Hadi
785-786 M
23
Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti
946-974 M
5
Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid
786-809 M
24
Abul Fadl Abdul Karim At-Thai
974-991 M
6
Abu Musa Muhammad Al-Amin
809-813 M
25
Abul Abbas Ahmad Al-Qadir
991-1031 M
7
Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mum
813-833 M
26
Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim
1031-1075 M
8
Abu Ishaq Muhammad
Al-Mu’tashim 833-842 M
27
Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi
1075-1094 M
9
Abu Ja’far Harun Al-Watsiq
842-847 M
28
Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir
1094-1118 
10
Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil
847-861 M
29
Abu Abbas Manshur Al-Fadl
Al-Mustarsyid 1118-1135 M
11
Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir
861-862 M
30
Abu Ja’far Al-Manshur Ar-Rasyid
1135-1136 M
12
Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in
862-866 M
31
Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi
1136-1160 M
13
Abu Abdullah Muhammad
Al-Mu’taz 866-869 M
32
Abul Mudzafar Al-Mustanjid
1160-1170 M
14
Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi
869-870 M
33
Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi
1170-1180 M
15
Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid
870-892 M
34
Abul Abbas Ahmad An-Nasir
1180-1225 M
16
Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid
892-902 M
35
Abu Nasr Muhammad Az-zahir
1225-1226 M
17
Abul Muhammad Ali Al-Muktafi
902-905 M
36
Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir
1226-1242 M
18
Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir
905-932 M
37
Abu Abdullah Al-Mu’tashim Billah
1242-1258 M
19
Abu Mansur Muhammad Al-Qahir
932-934 M


      
   Pada masa inilah pertama kalinya dalam sejarah Dinasti Abbasiyah terjadi kontak antara Islam dengan Negara Barat.[16] Dinasti Abbasiyah dikenal baik dalam ingatan dunia dalam sejarah Islam. Dikum dari Tsalabi al-Mansur sang pembuka, al-Ma’mun sang penengah, al-‘Mu’Tadhib sang penutup, setelah al-Watsiq mulai menurun hingga al-Mu’tashim khalifah ke 37, mengalami kehancuran ditangan Mongol pada abad 1258 M.

2. Pendidikan Pada Masa Dinasti         Abbasiyah
Kemunculan pendidikan Islam berawal dari Rasulullah SAW dari pendidikan yang bersifat informal yang berupa dakwah Islamiyah untuk menyebarkan misi ajaran Islam.[17] Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang sangat panjang dari abad 750-1250 M. Zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyah sangat dikenal dengan masa keemasan dan kejayaan Islam dalam ilmu pendidikan. Para khalifah tokoh yang benar-benar cinta terhadap ilmu pengetahuan sekaligus merupakan pusat kekuasaan politik dan agama. Pada masa Dinasti Abbasiyah ini umat Islam juga banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan sehingga berhasil dalam mengembangkan pendidikan Islam.[18] Pemerintahan dinasti Abbasiyah memiliki perbedaan dengan Dinasti Umayyah, perbedaan tersebut yang membuat Dinasti Abbasiyah berkembang. Salah satu perbedaan antara Dinasti Abbasiyah dengan Dinasti Umayyah adalah bahwa pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak terlalu nafsu dalam melakukan ekspansi ke negara lainnya. Terkait perbedaan tersebut Badri Yatim mengungkapkan dua alasan, yaitu karena pemerintahannya tidak kuat untuk membuat mereka tunduk dan lebih menitikberatkan kepada peradaban dan kebudayaan dari politik dan ekspansi.[19]
Dinasti Abbasiyah juga memiliki kelebihan dalam berinteraksi dunia intelektual, baik dengan agama maupun dengan Yunani. Kemajuan Dinasti Abbasiyah juga dicapai dalam ekonomi yang sangat melimpah sehingga bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat.[20] Kondisi seperti itulah yang membuat pendidikan Islam semakin berkembang diberbagai daerah. Khazanah keilmuan mewarnai kehidupan Islam dan banyak para ilmuan muslim muncul mengantarkan pendidikan Islam pada masa kejayaannya.
  Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang muncul pada saat itu adalah:
a.    Kuttab
  Kuttab adalah jenis tempat belajar yang diajarakan tentang membaca dan menulis. Dalam perkembangan lembaga kuttab juga diajarkan ilmu-ilmu membaca al-Qur’an. Kuttab tersebut untuk semua kalangan tidak membeda-bedakan antara orang kaya dengan orang miskin. Karena pendidikan Islam menganut sistem demokrasi. Pada masa Dinasti Abbasiyah kuttab berkembang dengan sangat pesat hingga setiap desa mendirikan kuttab sendiri bahkan setiap desa lebih dari satu kuttab.
b.    Masjid
   Masjid adalah tempat beribadah kepada Allah selain itu tempat untuk mengajarkan tentang kajian keagamaan. Pembangunan masjid sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan tersebar di seluruh Negara Arab bersamaan dengan perkembangan Islam di dunia. Masjid juga pada masa Dinasti Abbasiyah berfungsi sebagai tempat pendidikan menengah dan perguruan tinggi Islam. Selain itu, masjid juga menjadi tempat peristirahatan para pengembara, orang-orang miskin dan juga untuk mengajarkan madzhab-madzhab tertentu, seperti Ibnu Mu’allim yang mengajarkan madzhab Syi’ah.
c.   Khan
 Khan disini dapat dikatakan berbagai macam guna. Khan disebut sebagai hotel, gudang barang atau pusat perdagangan, dan tempat penginapan atau asrama murid-murid yang berasal dari luar kota. Salah satu khan yang dibangun yaitu milik Di’lij bin Ahmad Di’lij yang terletak di dekat makam Suraij. Alasan kenapa khan tersebut dibangun adalah untuk memuliakan ahli hukum iman Syafi’i dan dikhususkan bagi murid-murid madzhab Syafi’i.
d.    Pendidikan istana
 Pendidikan istana adalah pendidikan untuk anak-anak pejabat. Atas dasar pemikiran bahwa pendidikan harus menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak. Maka, keluarga istana memanggil guru-guru untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
e.    Kedai kitab
  Kedai kitab adalah toko kitab tempat yang menyediakan kitab-kitab untuk dijual. Pada masa perkembangannya mereka menjadikan toto-toko kitab tersebut sebagai tempat berkumpulnya para ulama untuk berdiskusi dalam berbagai masalah ilmiah.
f.     Perpustakaan
 Perpustakaan adalah tempat koleksi berbagai judul buku. Pada masa ini, buku memiliki nilai tinggi sebagai sarana utama untuk pengembangan dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Para ulama memiliki aktivitas menulis buku dan mengajarkan kepada murid-murid tentang bidang yang dikuasai. Murid-murid diberikan kesempatan untuk beajar di perpustakaan umum yang diselenggarakan pemerintah atau waqaf dari para ulama dan ilmuan.
g.   Rumah-rumah ulama
 Rumah bukanlah tempat belajar yang baik karena kurangnya berbagai aspek dalam pendidikan. Tetapi, karena adanya faktor-faktor tertentu rumah para ulama dijadikan tempat menggali ilmu pengetahuan. Menurut Ahmad Syalabi, murid-murid belajar di rumah-rumah ulama dikarenakan guru madrasah sudah tidak mengajar lagi. Maka, murid-murid mendatangi rumah para ulama guna mendapat ilmu pengetahuan.
h.   Badiyah
 Badiyah adalah dusun-dusun jazirah Arab tempat untuk mempelajari Bahasa Arab. Bahasa Arab di badiyah masih tetap mempertahankan keaslian dan kefasihan Bahasa Arab dalam kaidah bahasanya. Maka, para khalifah mengirimkan anak-anaknya ke badiyah untuk belajar Bahasa Arab yang menjadi sumber pengetahuan pada bidang Bahasa dan sastra.
i.     Rumah sakit
   Pada kejayaan Islam budaya rumah sakit yang disebut maristan bukan hanya untuk merawat orang sakit, tetapi juga berfungsi mendidik tenaga-tenaga keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga mempunyai buku-buku kedokteran disediakan untuk keperluan para dokter menjadi mahasiswa.
j.   Majlis
 Majlis saloon kesusastraan adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk berdiskusi tentang ilmu pengetahuan. Pada masa Harun al-Rasyid majlis saloon ini mengalami kemajuan pada Dinasti Abbasiyah.
k.    Zawiyah
 Zawiyah adalah asrama atau pondok tempat terakat tasawuf dalam artian tempat i’tikaf dan mensyiarkan urusan agama. Tempat tarekat tasawuf yaitu tarekat al-Qadiriyah, al-Tijaniyah, al-Sanusiah. Pemahaman zawiyah berkembang menjadi tempat khusus para khalifah untuk orang-orang yang ingin mencari ilmu dan menjadi tempat tinggal.[21]
 Itulah sejarah Islam dunia pendidikan paling cemerlang yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah.[22] Kemajuan aspek pendidikan tentunya tidak lepas dari perkembangan Bahasa Arab yang menjadi bahasa administrasi yang sudah berlaku pada masa Dinasti Umayyah maupun bahasa ilmu pengetahuan.[23]

3.    Perkembangan IPTEK
 Dinasti Abbasiyah pada abad 750-847 M telah mencapai masa keemasannya. Pada masa itu eksistensi ilmu pengetahuan berkembang, yang ditandai literatur ilmu pengetahuan yang eksis, seperti kitab kesusastraan, teologi, filsafat, dan ilmu alam. Popularitas Dinasti Abbasiyah juga mencapai puncak masa keemasannya dibawah kekuasaan khalifah Harun al-Rasyid pada abad 786-809 M dan putranya al-Ma’mun pada abad 813–833 M. Kedua khalifah hebat itulah Dinasti Abbasiyah memiliki kesan yang sangat baik.[24] Puncak keemasannya yaitu kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesusantraan, dan kebudayaan. Banyaknya ilmuan di bawah pemerintahannya, seperti Qodri Abu Yusuf, keluarga Bermakid, Abu Atahiyah, Ishak al-Mausuli, dan yang lainnya.[25] Dimasa ini kota Baghdad menjadi kota yang sangat pesat dengan ilmu pengetahuan dan perdagangan. Selain itu, masa pemerintahan beliau dibangun perpustakaan sebagai pusat referensi dan pusat diskusi ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah adalah nama perpustakaannya yang artinya gedung ilmu pengetahuan. 
Zaman kekuasaan Harun al-Rasyid pula mengalami perkembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Sehingga para sejarawan bahwa Harun al-Rasyid benar-benar menempati derajat yang sangat tinggi dan agung dalam kebudayaan dan peradaban sejarah Islam.[26]
Selain menanjak pada masa Harun al-Rasyid dinasti Abbasiyah juga mencapai kegemilangannya pada masa al-Ma’mun pada abad 813–833 M dalam perkembangan sains.[27] Di Baitul Hikmah, al-Ma’mun mengumpulkan berbagai pengetahuan asing, kemudian memerintahkan ke dalam Bahasa Arab dan muncullah filosofi Arab yang agung, al-Kindi yang telah menyusun berbagai macam kitab ilmu pengetahuan. Al-Hajjaj yang telah menerjemahkan karya al-Ma’mun yang telah diterjemahkan yaitu beberapa karya Euclids dab buku Ptolemy. 
Al-Mak’mun membagi pemerintahannya selama dua puluh tahun dalam dua bagian, yaitu:
1)    Kesibukan al-Ma’mun dalam ilmu pengetahuan sehingga dengan sangat terpaksa ia menyerahkan pemerintahannya kepada Fazal bin Sahal.
2)  Dua belas tahun kemudian al-Ma’mun mengambil alih kembali pemerintahannya. Dari uraian deskriptif tentang sejarah Dinasti Abbasiyah.[28]
  Dinasti Abbasiyah juga mencatat penemu dan inovasi yang sangat penting bagi manusia. Salah satunya adalah pengembangan teknologi pembuatan kertas. Kertas pertama kali digunakan oleh bangsa China sangat terbatas dan dikembangkan oleh umat Abbasiyah. Setelah teknologi pembuatan tersebut mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad, akhirnya pada abad 900 M di Baghdad terdapat percetakan yang mempekerjakan penulis dan penjilid. Kemudian mulai bermunculan perpustakaan-perpustakaan. Hingga menyebar Fes dan akhirnya masuk ke Eropa melalui Andalusia pada abad 13 M.[29]

C.      Kesimpulan
   Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas dan Dinasti Abbasiyah adalah dinasti yang berdiri sangat lama. Berlangsung selama 5 abad kekuasaan Dinasti Abbasiyah sejak abad 750-1258 M, merupakan kelanjutkan kekuasaan dari Dinasti Umayyah. Zaman khalifah Harun al-Rasyid pada abad 789-809 M dan putranya al-Ma’mun pada abad 813-833 M Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaan. Kemunculan Pendidikan Islam berawal dari Rasulullah SAW dari pendidikan yang bersifat informal yang berupa dakwah Islamiyah untuk menyebarkan misi ajaran Islam. Puncak keemasannya yaitu kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesusantraan, dan kebudayaan. Dinasti Abbasiyah juga mencatat penemu dan inovasi yang sangat penting bagi manusia. Salah satunya adalah pengembangan teknologi pembuatan kertas. Setelah teknologi pembuatan tersebut mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad, akhirnya pada abad 900 M di Baghdad terdapat percetakan yang mempekerjakan penulis dan penjilid. Kemudian mulai bermunculan perpustakaan-perpustakaan.

Referensi
As, Dedi Wahyudi Rahayu Fitri. “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam Di Dunia Barat).” Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya 1, no. 2 (2016): 267–290.
Chanifah, Nur. “Perkembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah Pada Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah.” Jurnal Pikir : Jurnal Studi Pendidikan Dan Hukum Islam 1, no. 1 (3 Januari 2015): 1–20.
Farida, Siti. “Analisis Historis Terhadap Integrasi Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah.” Kabilah : Journal of Social Community 2, no. 2 (2017): 340–59. https://doi.org/10.35127/kbl.v2i2.3141.
Intan, Salmah. “Kontribusi Dinasti Abbasiyah Bidang Ilmu Pengetahuan.” Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan 6, no. 2 (30 Desember 2018): 166–77. https://doi.org/10.24252/rihlah.v6i2.6911.
Kawakib, A. Nurul. “Politik Pendidikan Islam Pada Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah: Politik Ketenagaan.” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1, no. 2 (30 Juni 2015). https://doi.org/10.18860/jpai.v1i2.3356.
Khairuddin, K. “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah (Studi Analisis Tentang Metode, Sistem, Kurikulum Dan Tujuan Pendidikan).” Ittihad 2, no. 1 (30 Juni 2018). http://ejournal-ittihad.alittihadiyahsumut.or.id/index.php/ittihad/article/view/39.
Kurniawati, Erna. “Sumbangsih Cendikiawan Dalam Penerjemahan Buku-buku Ilmu Pengetahuan (Studi Pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah).” Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian 14, no. 2 (8 Desember 2019): 42–62. https://doi.org/10.31332/ai.v14i2.1546.
Mahroes, Serli. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam.” Tarbiya: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 1, no. 1 (18 April 2015): 77–108.
Maryamah, Maryamah. “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah.” Tadrib 1, no. 1 (2015): 47–65.
Masyhuri, Saefuddin. “Transformasi Tradisi Keilmuan Dalam Islam: Melacak Akar Kemunculan Dan Perkembangan Institusi Pendidikan Islam.” Hunafa: Jurnal Studia Islamika 4, no. 3 (15 September 2007): 227–36. https://doi.org/10.24239/jsi.v4i3.215.227-236.
Muksin, Mochamad. “Islam Dan Perkembangan Sains & Teknologi (Studi Perkembangan Sains Dan Teknologi Dinasti Abbasiyah).” Jurnal Teknologi Dan Manajemen Informatika 2, no. 1 (1 Mei 2016). https://doi.org/10.26905/jtmi.v2i1.617.
Murtopo, Ali. “Politik Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah (Kasus Madrasah Nizhamiyah Di Baghdad).” Ta’dib: Journal of Islamic Education (Jurnal Pendidikan Islam) 19, no. 02 (2014): 313–32.
Suriana, Suriana. “Refleksi-Introspeksi: Tantangan Dan Penopang Kemajuan Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah.” Itqan : Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan 8, no. 2 (13 Desember 2017): 107–21.
Wahyuningsih, Sri. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam Padaa Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang.” Jurnal Kependidikan 2, no. 2 (2014): 109–26. https://doi.org/10.24090/jk.v2i2.555.
Wasito, Wasito. “Pendidikan Islam Dan Peradaban Dunia Dalam Kajian Daulah Abbasiyah.” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman 26, no. 1 (2015): 44–64. https://doi.org/10.33367/tribakti.v26i1.201.




[1] Maryamah Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah,” Tadrib 1, no. 1 (2015): 56.
[2] Maryamah, 56.
[3] Serli Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam,” Tarbiya: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 1, no. 1 (18 April 2015): 79.
[4] Mahroes, 79.
[5] Mahroes, 79.
[6] K. Khairuddin, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah (Studi Analisis Tentang Metode, Sistem, Kurikulum Dan Tujuan Pendidikan),” Ittihad 2, no. 1 (30 Juni 2018): 100, http://ejournal-ittihad.alittihadiyahsumut.or.id/index.php/ittihad/article/view/39.
[7] Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam,” 79.
[8] Khairuddin, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah (Studi Analisis Tentang Metode, Sistem, Kurikulum Dan Tujuan Pendidikan),” 100.
[9] Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam,” 80.
[10] Khairuddin, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah (Studi Analisis Tentang Metode, Sistem, Kurikulum Dan Tujuan Pendidikan),” 101.
[11] Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam,” 81.
[12] Siti Farida, “Analisis Historis Terhadap Integrasi Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah,” Kabilah : Journal of Social Community 2, no. 2 (2017): 346, https://doi.org/10.35127/kbl.v2i2.3141.
[13] Wasito Wasito, “Pendidikan Islam Dan Peradaban Dunia Dalam Kajian Daulah Abbasiyah,” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman 26, no. 1 (2015): 50, https://doi.org/10.33367/tribakti.v26i1.201.
[14] Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam,” 84.
[15] Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah,” 60–61.
[16] Dedi Wahyudi Rahayu Fitri As, “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam Di Dunia Barat),” Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya 1, no. 2 (2016): 272.
[17] Saefuddin Masyhuri, “Transformasi Tradisi Keilmuan Dalam Islam: Melacak Akar Kemunculan Dan Perkembangan Institusi Pendidikan Islam,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika 4, no. 3 (15 September 2007): 228, https://doi.org/10.24239/jsi.v4i3.215.227-236.
[18] Sri Wahyuningsih, “Implementasi Sistem Pendidikan Islam Padaa Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang,” Jurnal Kependidikan 2, no. 2 (2014): 111, https://doi.org/10.24090/jk.v2i2.555.
[19] Nur Chanifah, “Perkembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah Pada Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah,” Jurnal Pikir : Jurnal Studi Pendidikan Dan Hukum Islam 1, no. 1 (3 Januari 2015): 5.
[20] Chanifah, 6.
[21] Chanifah, 6–11.
[22] Ali Murtopo, “Politik Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah (Kasus Madrasah Nizhamiyah Di Baghdad),” Ta’dib: Journal of Islamic Education (Jurnal Pendidikan Islam) 19, no. 02 (2014): 314.
[23] Suriana Suriana, “Refleksi-Introspeksi: Tantangan Dan Penopang Kemajuan Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah,” Itqan : Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan 8, no. 2 (13 Desember 2017): 113.
[24] A. Nurul Kawakib, “Politik Pendidikan Islam Pada Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah: Politik Ketenagaan,” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1, no. 2 (30 Juni 2015): 33, https://doi.org/10.18860/jpai.v1i2.3356.
[25] Mochamad Muksin, “Islam Dan Perkembangan Sains & Teknologi (Studi Perkembangan Sains Dan Teknologi Dinasti Abbasiyah),” Jurnal Teknologi Dan Manajemen Informatika 2, no. 1 (1 Mei 2016): 16–17, https://doi.org/10.26905/jtmi.v2i1.617.
[26] Muksin, 17.
[27] Erna Kurniawati, “Sumbangsih Cendikiawan Dalam Penerjemahan Buku-buku Ilmu Pengetahuan (Studi Pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah),” Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian 14, no. 2 (8 Desember 2019): 47, https://doi.org/10.31332/ai.v14i2.1546.
[28] Muksin, “Islam Dan Perkembangan Sains & Teknologi (Studi Perkembangan Sains Dan Teknologi Dinasti Abbasiyah),” 17.
[29] Salmah Intan, “Kontribusi Dinasti Abbasiyah Bidang Ilmu Pengetahuan,” Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan 6, no. 2 (30 Desember 2018): 173, https://doi.org/10.24252/rihlah.v6i2.6911.

Comments